
KALIMANTAN TODAY, PONTIANAK – Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Nasional, menegaskan kembali komitmen pemerintah khususnya Pemerintah Provinsi Kalbar untuk mengawal stabilitas harga pangan sekaligus menjaga pertumbuhan ekonomi daerah tetap sejalan dengan target nasional.
Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Nasional yang dipimpin langsung oleh Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, diikuti secara virtual oleh Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Barat (Sekda Kalbar), dr. Harisson, M.Kes., dari Ruang Data Analisis Kantor Gubernur Kalbar, Selasa (23/9/2025).
Rakor kali ini membahas perkembangan Indeks Perkembangan Harga (IPH) di Indonesia per 19 September 2025, yang mencerminkan perubahan harga kebutuhan pokok di berbagai kabupaten/kota.
Berdasarkan laporan, secara nasional jumlah kabupaten/kota yang mengalami kenaikan IPH pada minggu ketiga September 2025 dan lebih banyak dibandingkan daerah yang mengalami penurunan.
Dalam arahannya, Mendagri Tito Karnavian mengungkapkan daftar 10 kabupaten/kota dengan kenaikan IPH tertinggi. Tercatat, Kabupaten Lima Pulau, Sulawesi Utara mengalami kenaikan tertinggi sebesar 7,58%, disusul Kota Padang, Sumatera Barat (6,20%) dan Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara (6,08%).
“Secara umum, wilayah dengan kenaikan IPH tertinggi mayoritas berada di Sumatera dan Sulawesi,” ujar Tito.
Lebih lanjut, Mendagri menjelaskan bahwa komoditas penyumbang perubahan IPH pada minggu ketiga September menunjukkan pergerakan signifikan pada beberapa bahan pokok utama. Komoditas yang mengalami kenaikan harga di banyak daerah meliputi bawang merah, cabai merah, dan cabai rawit.
“Kenaikan harga tertinggi terjadi pada cabai merah di 224 kabupaten/kota, serta daging ayam ras di 220 kabupaten/kota. Secara umum, daging ayam ras dan cabai merah menjadi penyumbang utama kenaikan IPH di 15 provinsi,” jelasnya.
Selain membahas IPH, Mendagri juga menyampaikan perbandingan tingkat inflasi Indonesia dengan negara lain. Berdasarkan data year-on-year (YoY) Agustus 2025, inflasi Indonesia tercatat sebesar 2,31%.
Di level G20, Indonesia berada di peringkat 13 dari 24 negara, diapit oleh Jerman (2,2%) dan Arab Saudi (2,3%). Inflasi tertinggi terjadi di Argentina (33,6%), Turki (32,95%), dan Rusia (8,1%).
“Untuk di level ASEAN, Indonesia berada di peringkat 8 dari 11 negara. Inflasi tertinggi tercatat di Laos (5,0%), disusul Vietnam (3,24%) dan Myanmar (2,50%). Beberapa negara bahkan mengalami deflasi, seperti Thailand (-0,79%) dan Brunei (-0,20%),” ungkapnya.
Sebagai bagian dari langkah antisipatif, pemerintah juga menekankan pentingnya Early Warning System (EWS) atau Sistem Peringatan Dini terhadap pergerakan harga komoditas pertanian strategis, khususnya pada minggu ketiga September 2025.
Pada kesempatan yang sama, Sekda Kalbar Harisson menyampaikan bahwa Pemprov Kalbar siap menindaklanjuti arahan Mendagri dengan langkah konkret di daerah.
“Seperti yang disampaikan oleh Bapak Mendagri, perkembangan IPH di minggu ketiga September menunjukkan tren kenaikan di banyak kabupaten/kota. Hal ini menjadi perhatian kami di Kalbar untuk terus memperkuat pengendalian harga, khususnya pada komoditas strategis seperti cabai merah, bawang merah, dan daging ayam ras yang menjadi penyumbang utama inflasi,” kata Harisson.
Ia juga menegaskan pentingnya pemantauan lapangan dan pengendalian distribusi bahan pangan.
“Kami (Pemprov. Kalbar) akan selalu meningkatkan koordinasi dengan kabupaten/kota, Bulog, Satgas Pangan, hingga pelaku usaha, agar distribusi berjalan lancar dan masyarakat tidak terbebani oleh kenaikan harga. Sistem peringatan dini (Early Warning System) yang dipaparkan Mendagri juga akan kami manfaatkan untuk mengantisipasi pergerakan harga sejak dini,” pungkasnya.
Selain itu, Harisson juga menyebut bahwa posisi inflasi Indonesia yang berada di angka 2,31% (YoY Agustus 2025) menjadi capaian positif yang harus terus dijaga bersama.
“Jika melihat perbandingan inflasi Indonesia dengan G20 maupun ASEAN, posisi kita masih cukup baik. Namun demikian, kewaspadaan tetap perlu ditingkatkan, karena tantangan pangan sangat dinamis. Untuk itu, kami di Kalbar berkomitmen menjaga stabilitas harga agar inflasi daerah tetap terkendali dan sejalan dengan target nasional,” tutupnya.
Dengan adanya koordinasi ini, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menegaskan komitmennya untuk mengawal ketat stabilitas harga pangan di daerah. Langkah-langkah strategis seperti pemantauan harga di lapangan, peningkatan koordinasi dengan berbagai pihak terkait, serta pemanfaatan Sistem Peringatan Dini (EWS) akan terus diperkuat.
Tujuannya jelas, yakni menjaga daya beli masyarakat dan memastikan inflasi daerah tetap terkendali sejalan dengan target nasional. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi yang stabil dapat terus dipertahankan di Kalimantan Barat.(*/wnd/ica)