
KALIMANTAN TODAY, PONTIANAK – Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar), Ria Norsan, menyambut baik dan memberikan apresiasi tinggi kepada aliansi mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang menggelar aksi damai dan audiensi di Ruang Rapat Paripurna DPRD Provinsi Kalbar, Rabu (3/9/2025).
Pertemuan ini menjadi wadah bagi mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi kritis terkait berbagai isu di Kalbar.
Audiensi ini diawali dengan sejumlah tuntutan yang disampaikan oleh perwakilan mahasiswa, meliputi beberapa isu antara lain Isu Lingkungan dan Kriminalisasi Masyarakat Adat. Mahasiswa menyoroti bagaimana masyarakat adat seringkali dikriminalisasi, seperti yang terjadi di Melawi di mana lahan kampung mereka ditetapkan sebagai taman nasional. Mereka mendesak pemerintah untuk melindungi hak-hak masyarakat adat dan menghentikan kriminalisasi terhadap mereka yang mempertahankan tanahnya.
Kemudian, terkait UU Cipta Kerja dan Ketenagakerjaan. Aliansi mahasiswa mendesak untuk merombak pasal-pasal karet dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang dianggap merampas hak-hak buruh. Mereka menyebutkan bahwa regulasi ini melemahkan posisi pekerja, terutama terkait Pasal 59 yang dianggap melemahkan perlindungan pekerja, serta Pasal 88 yang membuat penetapan upah minimum menjadi fleksibel. Mahasiswa juga mengusulkan nilai pesangon sebesar 25 kali upah.
Selanjutnya terkait Dana Bagi Hasil (DBH) yang Tidak Adil. Mahasiswa menuntut persentase DBH yang lebih besar untuk Kalbar. Mereka menilai bahwa pembagian saat ini tidak adil, di mana provinsi yang menyumbang besar (seperti sawit, yang merupakan tiga besar penyumbang sawit nasional) hanya mendapatkan 8% untuk provinsi dan 12% untuk kabupaten/kota. Padahal, dampak ekologis dari eksploitasi sumber daya alam ditanggung oleh pemerintah daerah.
Selain itu, terkait kesejahteraan Guru dan Tenaga Pendidik. Kesejahteraan guru menjadi perhatian utama. Mahasiswa menyoroti rendahnya gaji dan tunjangan, ketimpangan antara pendidik ASN dan non-ASN, serta ketiadaan jaminan kesehatan dan pensiun yang merata. Mereka menuntut pemerintah untuk mengalokasikan 20% anggaran pendidikan untuk kesejahteraan guru dan memastikan pengangkatan honorer serta tunjangan profesi berjalan tanpa diskriminasi.
Kemudian, Kekerasan Aparat dalam Aksi Unjuk Rasa. Yang mana Mahasiswa, yang juga didukung oleh perwakilan Kohati Badko HMI Kalbar, mengecam keras tindakan anarkis dari aparat. Mereka mendesak Kapolri untuk mengusut tuntas dan menindak tegas aparat yang melakukan kekerasan saat mengamankan demonstrasi, serta menjamin perlindungan bagi para penyampai aspirasi.
Menanggapi berbagai tuntutan tersebut, Gubernur Ria Norsan menyatakan bahwa aksi mahasiswa yang disampaikan dengan sopan dan santun merupakan contoh yang baik. Ia menekankan bahwa suara mahasiswa memiliki peran penting dalam mendorong perubahan di Indonesia.
“Di Indonesia ini, hanya suara mahasiswa yang bisa berubah. Jika mahasiswa turun, insyaAllah ditanggapi, namun perlu proses,” ujar Gubernur Norsan.
Menanggapi isu pendidikan Fokus Peningkatan Kualitas Pendidikan dan IPM, Gubernur Norsan menjelaskan bahwa banyak program yang disuarakan mahasiswa sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kalbar. Ia mengakui bahwa rata-rata usia sekolah di Kalbar masih 7,2 tahun, menandakan masih ada 25% masyarakat yang belum menempuh pendidikan setara SMA.
“Kedepannya, kami akan memperbanyak sekolah-sekolah informal, baik Paket A, B, maupun C, agar Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kita bisa meningkat,” jelasnya.
Gubernur Norsan juga mengungkapkan bahwa anggaran pendidikan dalam APBD Kalbar saat ini mencapai 27%, melebihi amanat 20% dari undang-undang. Prioritas anggaran ini diarahkan untuk pembangunan dan rehabilitasi sekolah di wilayah pedalaman serta peningkatan kompetensi tenaga pengajar.
Tak hanya itu, ia juga menyampaikan bahwa telah memperjuangkan Pembagian DBH yang Lebih Adil. Gubernur Norsan sepakat bahwa Kalbar, sebagai salah satu penyumbang terbesar komoditas sawit dan pertambangan, seharusnya mendapatkan porsi yang lebih besar.
“Untuk royalti tambang kita hanya dapat 22%, sisanya 78% ke pusat dan dibagi lagi ke daerah-daerah yang tidak ada hasil tambang. Secara regional, kami sudah berupaya berkali-kali mengadakan pertemuan agar daerah penghasil tambang diberikan pembagian yang lebih besar”, terangnya.
Kemudian, Mengenai isu ketenagakerjaan, Gubernur Norsan menyampaikan bahwa pemerintah provinsi sedang berupaya menciptakan lapangan kerja melalui berbagai program dan menarik investor. Salah satu contohnya adalah proyek besar di Kayong Utara yang menargetkan penyerapan ribuan tenaga kerja.
“Kita punya pelabuhan internasional Kijing, ini juga potensial karena merupakan jalur utama perdagangan internasional. Semua ini perlu waktu, tetapi sudah ada 14 perusahaan yang berinvestasi di sana”, jelasnya.
Kemudian. Di akhir audiensi, Gubernur Norsan menanggapi isu kekerasan aparat dengan menegaskan dukungannya agar aparat bertindak humanis dalam menghadapi aksi demonstrasi. Ia optimistis bahwa mahasiswa yang datang dengan niat baik dapat menyampaikan aspirasinya dengan aman.
“Saya yakin kalau mahasiswa humanis, yang bahaya itu penyusup. Saya berharap aparat dapat memilah-milah ini semua. Saya optimis, 10 tahun ke depan saya yakin ada adik-adik yang duduk di sini”, pungkasnya.
Gubernur mengakhiri pertemuan dengan mengajak seluruh pihak untuk menjaga kondusifitas Kalbar sebagai “Rumah Kita Bersama.”(*/rfa/nzr)