KALIMANTANTODAY, SANGGAU. Stunting ternyata tak hanya berdampak pada kesehatan fisik maupun mental, tapi juga secara sosial, bahkan secara ekonomi.
Hal tersebut diungkapkan Pj. Bupati Sanggau, Suherman ketika membuka Gerakan Intervensi Pencegahan Stunting 2024, di Posyandu Kemayau, Desa Sungai Batu, Kecamatan Kapuas, Rabu (12/06/2024).
“Anak yang stunting juga memiliki risiko lebih besar untuk menderita degeneratif saat masa tuanya. Dari sisi ekonomi pembiayaan kesehatannya meningkat juga merupakan salah satu dampak dari stunting. Menurut laporan world bank pada 2016, bahwa negara memiliki potensi kerugian ekonomi sebesar dua sampai tiga persen,” ungkap Suherman.
Ia menjelaskan, stunting atau yang sering disebut kerdil atau pendek, adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun atau balita. Ini akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, terutama pada periode 1000 hari kehidupan, yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan.
“Anak tergolong stunting bila panjang badannya di bawah minus dua standar deviasi panjang atau tinggi pada anak seumurnya. Faktor yang mempengaruhi stunting pada balita menurut penelitian di antaranya usia ibu, status pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, dan pola asuh gizi yang meliputi ASI eksklusif dan pola riwayat penyakit anak,” beber Suherman.
Ia menegaskan, pencegahan stunting sangat penting. Stunting akan mempengaruhi sumber daya manusia di masa yang akan datang. Selain dapat merugikan bagi kesehatan dan tumbuh kembang anak, stunting juga akan mengakibatkan perkembangan kognitif, motorik, dan mental sosial anak akan terganggu. Ke depannya akan mempengaruhi produktivitasnya dalam bekerja saat dewasa. (Ram)