Kamis , 20 November 2025
Home / NEWS / Tercatat 56 Kasus Perkawinan Anak di Sanggau Sepanjang Tahun 2024

Tercatat 56 Kasus Perkawinan Anak di Sanggau Sepanjang Tahun 2024

Foto—Wakil Bupati Sanggau, Susana Herpena berfoto bersama para peserta kegiatan Focus Grup Discussion (FGD) untuk pencegahan dan penanganan perkawinan anak Kabupaten Sanggau yang digelar Aisyiyah Kabupaten Sanggau, Kamis (20/11/2025)—Kiram Akbar

 

KALIMANTANTODAY, SANGGAU. Potensi perkawinan anak di Kabupaten Sanggau dinilai cukup besar. Demikian diungkapkan Wakil Bupati Sanggau, Susana Herpeda ketika membuka acara Focus Group Discussion (FGD) untuk pencegahan dan penanganan perkawinan anak Kabupaten Sanggau yang digelar Aisyiyah Kabupaten Sanggau, Kamis (20/11/2025) di aula Bapperida Sanggau.

“Pada tahun 2024, tercatat sebanyak 56 kasus perkawinan anak yang tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Sanggau. Selain itu, Pengadilan Agama Kabupaten Sanggau pada tahun 2023 mengeluarkan 56 dispensasi perkawinan bagi anak berusia di bawah 18 tahun, dan pada tahun 2024 sebanyak 40 dispensasi,” ungkap Wabup Susana.

“Angka tersebut belum termasuk kasus-kasus perkawinan anak yang tidak tercatat secara resmi, sehingga potensi jumlahnya jauh lebih besar,” tambahnya.

Ia juga menyebut data BAPPENAS tahun 2021, perkawinan anak menimbulkan kerugian ekonomi negara sekitar 1,7 persen dari produk domestik bruto (PDB). Dampak tersebut turut menurunkan derajat kehidupan anak karena banyak hak-hak mereka yang tidak terpenuhi. Susana menilai perkawinan anak merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak-hak dasar anak sebagaimana tercantum dalam konvensi hak anak.

“Perkawinan anak juga memiliki dampak buruk bagi para korban yaitu meningkatnya risiko kematian ibu dan anak, komplikasi kehamilan dan persalinan dini, putus sekolah, terbatasnya peluang ekonomi, dan paparan kekerasan di dalam rumah tangga,” terangnya.

“Selain itu, status perkawinan di usia anak memberikan hambatan dalam mengakses layanan kesehatan, pendidikan, ekonomi, maupun identitas hokum,” imbuhnya.

Susana membeberkan berbagai faktor yang turut berkontribusi pada perkawinan anak, seperti kemiskinan, minimnya akses pendidikan dan akses informasi maupun layanan kesehatan reproduksi yang komprehensif, ketidakadilan gender, serta  norma sosial dan budaya.

Mengingat kompleksnya faktor penyebab tersebut, upaya pencegahan dan penanganan perkawinan anak juga harus bersifat holistik serta melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang terkait baik pemerintah, tokoh agama maupun tokoh adat, organisasi masyarakat, swasta, filantropi, akademisi, hingga media.

“Pemerintah Indonesia telah menetapkan strategi nasional pencegahan perkawinan anak meliputi: optimalisasi kapasitas anak, lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak, aksesibilitas dan perluasan layanan, penguatan regulasi dan kelembagaan, dan penguatan koordinasi pemangku kepentingan,” pungkas Susana. (Ram)

Tentang Redaksi

Cek Juga

SMAN 1 Ketapang Jadi Pilot Project Penyiapan Tenaga Kerja Siap Pakai

  KALIMANTAN TODAY, KETAPANG – Gubernur Kalbar, Ria Norsan, meninjau SMK Negeri 1 Ketapang untuk …