
KALIMANTANTODAY, SANGGAU. Ketua DPRD Sanggau, Hendrikus Hengki meminta agar program Makan Bergizi Gratis (MBG) tepat sasaran dan implementasinya di masyarakat harus jelas. Jangan sampai ada lagi kasus keracunan.
“Selama ini kan Kepala BGN menyampaikan bahwa dari sekitar juta porsi makanan yang diberikan kepada masyarakat ada 7000 ribu. Di Cina 200 lebih saja yang keracunan semua sudah diperiksa dan dihukum. Di Indonesia itu sudah 7000 itu hal yang biasa katanya,” kata Hengki kepada awak media belum lama ini.
Ia mengaku selama hidup, ia belum pernah sekalipun keracunan makanan yang dimasak keluarga di rumah. Herannya, MBG saat ini memerlukan chef (juru masak) dan ahli gizi, padahal yang dimasak sama yang ia makan selama ini.
“Yang dimasak hanya tempe, ayam, tahu, dan buah-buahan. Jadi tak perlu ada chef dan segala macam,” ujarnya.
Jika niatnya ingin menghidupkan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), Hengki mengusulkan agar MBG biar dikelola pihak sekolah. Buat dapur agar dapat menghidupkan kantin sekolah.
“Misalnya di SMPN 01 jumlah muridnya 300 orang, dibuatlah pernyataan apakah orang tua bersangkutan menerima atau tidak MBG. Contoh anak saya, sekolah di SMPN 01. Kalau saya merasa mampu untuk memberi makan anak saya, berarti tidak menyetujui program ini. Hanya diperuntukkan bagi orang yang menerima,” terang Politisi PDI Perjuangan tersebut.
“Kalau yang menerima 150 orang, kan bisa hemat 150 porsi. Bisa dialihkan untuk program-program infrastruktur. Banyak sekolah-sekolah yang belum ada kursi, dek, lantai. Ini yang lebih penting. Sarana dan prasarana masih banyak yang rusak, kok sudah di kasih makan. Bukan kita menolak MBG,” tegasnya.
Belum lagi, kata Hengki, persoalan jarak. Wilayah di Kalimantan, terutama di daerah-daerah pedalaman cukup jauh dan tak semua infrastrukturnya baik.
“Ini kan jadi persoalan. Mau ngantar makanan sudah banyak yang sudah basi. Makanya alternatif terbaiknya, serahkan kepada pihak sekolah untuk memasaknya. Jika ada ibu-ibu atau orang tua siswa yang menganggur bisa dipekerjakan. UMKM-nya dapat, manfaatnya dapat, makanannya pun masih panas,” bebernya.
Menurutnya jika hanya memasak untuk 200 porsi, cukup lima orang yang memasaknya. Hemat dan lebih efektif.
“Jadi pemerintah ini jangan takut dikritik. Yang penting kita setuju MBG tapi teknisnya di lapangan yang salah. Dan itulah membuat transfer ke daerah (TKD) ini berkurang,” sebut Hengki.
Ia lagi-lagi menegaskan, wilayah Kalimantan sangat luas. Ditambah lagi masih banyak infrastruktur yang rusak. Otomatis memerlukan biaya yang besar untuk memperbaikinya. Sementara APBD di Kalimantan tak sebesar di Pulau Jawa.
“Kalau di Pulau Jawa yang luasnya hanya 500 kilo meter atau 1000 kilo meter, tidak ada persoalan. APBD mereka juga besar. Tapi bagaimana dengan daerah-daerah di Kalimantan ini yang luasnya sampai 12 ribu kilo yang di pulau Jawa itu bisa setara 10 kabupaten,” bebernya. (Ram)