
KALIMANTANTODAY, SANGGAU. Kejaksaan Negeri (Kejari) Sanggau meresmikan Posko Akses Keadilan Perempuan, Anak dan Penyandang Disabilitas, Selasa (22/04/2025) di kantor Kejari Sanggau.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sanggau, Dedy Irwan Virantama mengatakan, kehadiran Posko tersebut bukan hanya sebagai tempat layanan hukum, tetapi juga sebagai ruang aman yang memungkinkan setiap individu merasa didengar, dilindungi, dan diberdayakan.
“Tempat di mana keberanian untuk melapor tidak dibalas dengan keraguan, dan proses hukum tidak menjadi beban baru bagi korban,” kata Dedy Irwan Virantama.
“Menyampaikan keadilan tidak boleh berhenti di ruang formal, namun harus menjelma menjadi pengalaman nyata, yang dapat dirasakan hingga ke akar kehidupan masyarakat, terutama bagi mereka yang selama ini dipinggirkan, ditinggalkan maupun dilupakan,” tegasnya.
Ia juga menegaskan, keadilan tidak hanya soal putusan pengadilan, tetapi tentang bicara tanpa takut dan didampingi tanpa dihakimi.
“Akhir-akhir ini, kita menyaksikan maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di berbagai wilayah Indonesia, yang viral melalui media sosial dan menjadi perhatian publik. Kondisi ini menunjukkan persoalan kekerasan berbasis gender bukan lagi isu tersembunyi, melainkan darurat yang harus kita hadapi bersama,” ungkap Dedy.
Menurutnya yang muncul ke permukaan hanyalah sebagian kecil dari realitas yang lebih luas. Dalam dua tahun terakhir, Kejaksaan Negeri Sanggau mencatat puluhan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Tahun 2024, tercatat 19 perkara Perlindungan Anak, 3 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga, 3 perkara asal-usul perkawinan, 2 kasus pencabulan, 1 kasus pemerkosaan. Sementara di tahun 2025, hingga saat ini, terdapat 6 perkara Perlindungan Anak, 1 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga, 1 perkara asal-usul perkawinan, dan 1 kasus pemerkosaan.
“Ini hanyalah puncak gunung es. Masih banyak kasus yang tidak tercatat, karena korban takut, bingung, atau tidak tahu harus bicara kepada siapa. Di balik setiap angka, ada keberanian yang ditahan. Ada luka yang dipendam sendirian,” kata Dedy.
Kajari menambahkan, dalam konteks penyandang disabilitas, tantangan yang dihadapi tidak kalah berat. Selain risiko kekerasan yang kerap luput dari sorotan, mereka juga menghadapi hambatan berlapis, baik secara fisik, komunikasi maupun pemahaman aparat terhadap kebutuhan khusus.
“Posko ini dirancang untuk menjadi ruang yang inklusif dan adaptif, agar penyandang disabilitas pun mendapatkan perlindungan dan akses keadilan yang setara. Melalui posko ini, kami ingin menegaskan bahwa bukan sekadar simbol, melainkan jawaban dan janji bahwa setiap perempuan, anak, dan penyandang disabilitas punya hak yang sama untuk didengar dan dilindungi,” tegasnya.
Kajari juga menegaskan layanan keadilan harus bebas hambatan, baik fisik, psikologis, maupun sosial. (Ram)