
KALIMANTATODAY, SANGGAU. Kasus gigitan hewan penular rabies (HPR) di Kabupaten Sanggau terus meningkat. Sejak Januari-Mei 2025, tercatat ada 861 kasus. Empat orang meninggal. Tiga di antaranya anak-anak, dan satu lagi Lansia.
“Yang positif rabies, di Kecamatan Tayan Hulu, Beduai, Kembayan. Di Kecamatan Tayan Hulu itu ada dua kasus rabies. Itu berdasarkan gejala klinis ya. Karena kita di Kalimantan Barat belum ada lab untuk pemeriksaan manusia yang terkena rabies. Jadi berdasarkan gejala klinis yang khas,” kata Utin Mufti Dewi, Epidemolog Dinas Kesehatan Kabupaten Sanggau, Jumat (16/05/2025) ditemui di ruang kerjanya.
Ia mengatakan, dari korban yang meninggal tersebut sebenarnya merupakan kasus gigitan yang sudah lama. Ia menduga kerena keterbatasan informasi, pasien tak datang ke fasilitas kesehatan baik Puskesmas maupun Rumah Sakit, pasca gigitan.
“Rabies dengan kasus gigitan hewan penular rabies itu berbeda. Kalau rabies itu sudah terjadi infeksi. Kalau untuk kasus rabies dari Januari-Mei empat kasus. Dimulai pada April dan disusul Bulan Mei,” tambahnya.
Utin Mufti Dewi mengungkapkan, dari 861 kasus gigitan HPR, terbanyak di Kecamatan Parindu dengan 164 kasus, dan Tayan Hulu 163 kasus.
“Ini laporan belum masuk semua, karena Mei ini kan masih berjalan,” imbuhnya.
Tingginya kasus gigitan, apakah Kabupaten Sanggau masuk status Kejadian Luar Biasa (KLB)? Utin Mufti Dewi menjelaskan, bisa saja KLB jika kasus terus bertambah.
“Kalau untuk kasus gigitan ada indikasi ke arah sana. Tapi kita masih observasis dulu, karena rabies itu memang penetapannya bukan dari gigitan saja, tapi harus dipastikan semuanya. Cuma memang sudah harus waspada lah kita,” ungkapnya.
“Maka dari itu Dinas Kesehatan berupaya membuat surat edaran dari bupati, koordinasis lintas sektor, minta diperkuat dari Disbunnak terutama, agar HPR divaksinasi. Itu kan sumber awalnya,” tambahnya.
Upaya dan Imbauan
Tingginya kasus gigitan HPR, tak berarti Dinas Kesehatan hanya diam. Komunikasi intens lintas sektor, utamanya dengan Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunnak) Kabupaten Sanggau terus dilakukan.
“Disbunnak sigap. Terkadang langsung observasi hewan untuk pemeriksaan sampel kepala, berdasarkan laporan dari Puskesmas. Dari hasil itu kita tandaklanjuti dengan pemberian vaksin anti rabies (VAR) kepada pasien sesuai dengan kondisi luka, apakah ini sampai tahap akhir atau cukup 14 hari observasi,” jelasnya.
Untuk VAR saat ini, ketersediannya terbatas. Meski begitu, Utin Mufti menegaskan Dinas Kesehatan berupaya selalu mencukupi kebutuhan dari kasus gigitan yang melapor. Dari 861 kasus gigitan HPR, semua pasien sudah disuntikkan VAR.
“Sekarang di setiap Puskesmas ada. Tapi ada beberapa Puskesmas yang kosong. Kalau ada kasus gigitan di Puskesmas yang kosong VAR, kita alihkan ke Puskesmas yang tersedia. Jadi pasien itu tetap dirujuk. Kami berusaha untuk mencukupi. Dari Provinsi juga membantu. Yang tersedia sekarang 400 vial, dan 3000 vial menuju ke sini (Sanggau,red),” beber Utin Mufti.
Selain itu, seluruh Puskesmas juga diminta memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi pada masyarakat, korban maupun keluarga korban terkait langkah yang harus dilakukan ketika digigit, dijilat, atau dicakar HPR.
“Imbauan agar masyarakat yang terkena gigitan, jilatan atau cakaran hewan, segera mencuci luka pasca gigitan. Cuci lukanya di bawah air yang mengalir selama 15 menit menggunakan sabun. Virusnya itu akan mati. (Ram)